Rabu, Mei 8, 2024
30.1 C
Indramayu
BerandaPendidikanSejarah RA Kartini, Pahlawan Emansipasi Wanita Indonesia

Sejarah RA Kartini, Pahlawan Emansipasi Wanita Indonesia

spot_img

Sekbernews.id – Hari Kartini, yang diperingati setiap tanggal 21 April, mengingatkan kita akan perjuangan dan kontribusi Raden Adjeng Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia.

Kartini, seorang pahlawan nasional, lahir pada tanggal yang sama, 21 April, yang menjadi tonggak sejarah dalam peringatan Hari Kartini. Sejarah Kartini mencatat perjuangannya yang menginspirasi dalam menegakkan kesetaraan antara wanita dan pria di Indonesia.

Raditya Suryo, seorang sejarawan terkemuka, menjelaskan bahwa Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, pada 21 April 1879, dengan nama lengkap Raden Adjeng Kartini Djojo Adhiningrat.

Kartini berasal dari keluarga priyayi, di mana ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, adalah seorang patih yang diangkat sebagai Bupati Jepara, sedangkan ibunya, M.A. Ngasirah, adalah anak seorang kiai di Telukawur, Jepara.

Meskipun ibunya bukanlah bangsawan, ayah Kartini kemudian menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan, keturunan langsung Raja Madura, untuk memenuhi peraturan kolonial yang mengharuskan seorang bupati beristrikan bangsawan.

Kartini merupakan anak kelima dari sebelas bersaudara, dan di antara saudara-saudaranya, ia adalah anak perempuan tertua. Meskipun Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School) hingga usia 12 tahun, namun setelah itu, ia harus tinggal di rumah untuk dipingit.

Namun, Kartini tidak berhenti belajar, dengan kemampuan Bahasa Belandanya, ia belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensinya yang berasal dari Belanda, termasuk Rosa Abendanon yang memberikan dukungan padanya.

Kartini tertarik pada pemikiran perempuan Eropa dan melalui surat-suratnya, ia menyuarakan keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi. Perhatiannya tidak hanya pada emansipasi wanita, tetapi juga pada masalah sosial umum.

Pada 12 November 1903, Kartini menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, seorang bupati Rembang yang sudah memiliki tiga istri. Suaminya mendukungnya dalam mendirikan sekolah wanita di kompleks kantor kabupaten Rembang.

Namun, perjalanan Kartini di dunia ini terhenti pada usia muda, saat ia meninggal pada tanggal 17 September 1904, hanya beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya, Soesalit Djojoadhiningrat. R.A. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Setelah kematiannya, surat-surat Kartini dikumpulkan dan dibukukan oleh Mr. J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda saat itu.

Buku tersebut diberi judul “Door Duisternis tot Licht” yang berarti “Dari Kegelapan Menuju Cahaya” dan diterbitkan pada tahun 1911. Buku ini menjadi penting dalam menyebarkan pemikiran Kartini, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Belanda, dan menjadi inspirasi bagi gerakan kebangkitan nasional di Indonesia.

Surat-surat Kartini juga telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris, Jawa, dan Sunda, yang semakin menarik perhatian masyarakat internasional terhadap pemikiran dan perjuangan Kartini.

Pemikiran-pemikirannya menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, seperti W.R. Soepratman yang menciptakan lagu “Ibu Kita Kartini”.

Dengan demikian, kisah hidup R.A. Kartini, meskipun singkat, tetapi meninggalkan jejak yang dalam dalam sejarah perjuangan emansipasi wanita dan pergerakan kebangkitan nasional Indonesia.

Ikuti Sekbernews.id di Google News.

Duljanihttp://sekbernews.id
Redaktur yang menulis artikel berbagai topik di Sekbernews.id.
Artikel Terkait
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terkini