Sekbernews.id – JAKARTA Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghadapi tuntutan sebesar Rp 70,5 triliun atas dugaan pelanggaran hukum.
Tindakan yang dianggap melanggar hukum ini menjadi dasar bagi gugatan terhadap lembaga penyelenggara pemilihan umum tersebut.
“Apabila sidang dipanggil, kami akan menghadirinya,” ungkap Ketua KPU Hasyim Asy’ari, di Kantor KPU Jakarta, Senin (30/10/2023).
Gugatan ini diajukan oleh Brian Demas Wicaksono, seorang akademisi dan dosen yang mengajukan tuntutan terhadap lembaga yang dipimpin oleh Hasyim. Gugatan ini berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI-2023.
“Kami akan mempelajari panggilan dari pengadilan, dan saat ini belum bisa memberikan komentar lebih lanjut,” lanjut Hasyim.
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menyangkut batas usia minimal bagi calon presiden dan calon wakil presiden, yang ditambah dengan ketentuan bahwa mereka pernah menjabat sebagai kepala daerah.
Setelah putusan ini diumumkan pada tanggal 16 Oktober lalu, KPU segera mengirimkan surat kepada partai politik yang akan berpartisipasi dalam Pemilu 2024 untuk menjalankan putusan MK tersebut. Surat ini diterbitkan oleh KPU pada tanggal 17 Oktober lalu.
Gugatan sebesar Rp 70,5 triliun diajukan karena KPU dituduh melanggar peraturan. Dugaan pelanggaran ini muncul karena KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan Prabowo Subianto tanpa melakukan revisi terlebih dahulu pada Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017.
Selain itu, putusan MK yang dianggap mempermudah pencalonan Gibran sebagai pasangan Prabowo dianggap melanggar etika.
Saat ini, dugaan pelanggaran etika ini sedang ditangani oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK.
Ketua MK, Anwar Usman, dituduh terlibat dalam konflik kepentingan dalam putusan Nomor 90 Tahun 2023. Anwar adalah paman Gibran dan juga menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Gugatan terhadap KPU diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat pada Senin, 30 Oktober 2023.