Sekbernews.id – JAKARTA Sebuah pernyataan dari Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Ahmad Wahid, yang menyatakan bahwa tidak lagi terdapat praktik perpeloncoan di lingkungan kampusnya, ditanggapi dengan penolakan dari sejumlah alumni.
Mereka menegaskan bahwa praktik perpeloncoan, yang melibatkan senioritas yang berlebihan terhadap junior, masih berlangsung di STIP.
Salah satu alumni yang memilih untuk tidak disebutkan identitasnya kepada Kompas.com pada Selasa (7/5/2024), mengungkapkan bahwa pernyataan Ketua STIP tersebut tidak mencerminkan realitas di lapangan. Menurutnya, perpeloncoan masih menjadi hal yang terjadi setiap hari di dalam lingkungan kampus.
“Di berita, Ketua STIP bilang enggak ada kekerasan di dalam kampus. Tapi, kenyataannya, di dalam STIP masih ada perpeloncoan setiap hari yang siswanya enggak berani berkoar-koar di luar,” ungkap alumni tersebut.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh pengakuan alumni lain yang juga mengalami kekerasan selama masa pendidikannya di STIP. Salah satu alumni menceritakan pengalaman saat dirinya disundut rokok oleh senior, menyebabkan luka bakar pada kepala.
“Saya dulu aja waktu praktik kena kekerasan sama alumni STIP, kepala saya disundut rokok,” ucap seorang alumni lain yang juga memilih untuk tidak disebutkan namanya pada hari yang sama.
Tidak hanya itu, seorang mantan taruna STIP juga menuturkan pengalamannya yang mengakibatkan keputusannya untuk tidak melanjutkan pendidikan di institusi tersebut. Menurut narasumber yang tidak ingin diidentifikasi, temannya mengaku tidak mampu bertahan dengan tekanan senioritas yang berlebihan.
“Sharing dari cerita teman tiga tahun lalu, bela-belain gap year buat ngejar masuk situ (STIP), udah masuk satu tahun benar-benar enggak ada kabar. Pas cerita lagi, dia keluar dari sana karena benar-benar enggak kuat sama seniornya,” ungkapnya.
Menurut cerita yang beredar, taruna tersebut mengalami berbagai bentuk kekerasan fisik dan psikologis selama masa pendidikannya di STIP. Ia dipaksa untuk menelan duri ikan, ditusuk dengan garpu hingga mengalami luka di tangan, dan mengalami perlakuan kasar lainnya.
“Dia cerita banyak tapi intinya pernah disuruh nelan duri ikan, tangan dia sering luka gara-gara garpu yang diselipin di jari, terus sama seniornya sengaja ditarik. Jadi, kaya kegesek gitu,” lanjut narasumber tersebut.
Sebelumnya, Ketua STIP Ahmad Wahid telah menegaskan bahwa budaya perpeloncoan telah dihapuskan sejak dia memimpin institusi tersebut.
“Di sini (STIP Jakarta) sebenarnya tidak ada perpeloncoan. Jadi kita sudah hapus semua perpeloncoan karena itu penyakit turun-temurun,” jelas Wahid dalam sebuah wawancara di YouTube pada Sabtu (6/4/2024).