sekbernews.id – JAKARTA Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 (delapan) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Jumat 22 April 2022.
Kepala pusat Penerangan Hukum Dr. Ketut Sumedana menyampaikan dalam siaran pers Nomor : PR – 668/168/K.3/Kph.3/04/2022, ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H.
Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun 8 (delapan) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut tersangka Krisyanto Alias Anto dari Cabang Kejaksaan Negeri Donggala di Sabang yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, tersangka Relian Alias Relidari Cabang Kejaksaan Negeri Donggala di Sabang yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman, tersangka Musran dari Kejaksaan Negeri Morowali yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
BACA JUGA : DPO Direktur PT Saras Perkasa Kejagung Berhasil Amankan
Tersangka I Jasri A Manggi Alias Dadank dan Tersangka II Jupri Laindjong dari Cabang Kejaksaan Negeri Buol di Paleleh yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, tersangka I Riski Prayoga Bin Robal Asnadi dan Tersangka II Reza Anugra Saputra Bin Samus Irianto dari Kejaksaan Negeri Muara Enim yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Pitriyani Binti Ajam (alm) dari Kejaksaan Negeri Penukal Abab Lematang Ilir yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, tersangka Lahmayawati Binti M. Yusuf dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, tersangka I Hendri Saputra Bin Hasyim, tersangka II Indi Yudintiro Bin Supriyanto, Tersangka III Eldi Prasetyo Bin Miswadi, dan Tersangka IV Misbakhul Anam Bin Supriyanto yang disangka melanggar Kesatu pasal 76C jo Pasal 80 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Kedua pasal 170 ayat (2) ke 1 atau Ketiga pasal 170 ayat (1) KUHP.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif.
Adapun alasan lain pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan yakni dalam perkara Tersangka MUSRAN, Tersangka dalam keadaan panik karena mendengar kabar dari ayahnya bahwa sang ibu sedang dalam keadaan sakit. Atas dasar itu, Tersangka membawa motor milik korban tanpa izin untuk melihat ibunya yang sakit di daerah Bungku Tengah. Tersangka telah mengembalikan sepeda motor milik korban pada esok harinya.
JAM-Pidum mengingatkan penyetujuan pemberian restorative justice sejatinya bukan untuk menghentikan perkara namun semangatnya adalah memulihkan keadaan saksi korban.
BACA JUGA : Intelijen Kejaksaan RI Dukung Pembangunan Nasional
“Karena penghentian itu ranahnya tidak cukup bukti sedangkan perkara yang diajukan dalam restorative justice sudah memiliki cukup bukti dan P-21. Maka, setelah disetujui pemberian restorative justice, Jaksa Agung melalui JAM-Pidum menggunakan hak oportunitas untuk tidak melimpahkan perkara ke pengadilan,” ujar JAM-Pidum.
JAM-Pidum mengatakan bahwa yang ingin dibangun adalah keseimbangan dalam kehidupan masyarakat untuk tidak berhadapan dengan hukum yaitu dengan membuat permasalahan hukum menjadi lebih baik, treatment-nya lebih sehat, tidak memidana namun memulihkan. Menurutnya, ini filosofis restorative justice yang harus didalami.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, tutup Kapuspenhum.