Sekbernews.id – JAKARTA Masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Indonesia akan berakhir tahun depan. Dalam pertemuan terbarunya di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) pada Minggu (17/12/2023), Jokowi menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi ekonomi negara ini menjelang akhir 2023.
Perhatian utamanya adalah terhadap peredaran uang yang menunjukkan penurunan yang signifikan. Data Bank Indonesia mencatat bahwa uang beredar dalam arti luas (M2) pada Oktober 2023 hanya mengalami pertumbuhan sebesar 3,4% secara tahunan (year on year/yoy), yang merupakan pertumbuhan terendah dalam sejarah Indonesia.
Penurunan ini juga diperparah oleh stagnasi pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK). DPK secara keseluruhan hanya tumbuh sebesar 3,9% yoy menjadi Rp7.982,3 triliun, dengan dominasi simpanan berjangka yang mencapai Rp2.982,9 triliun atau pertumbuhan sebesar 6,9% yoy pada Oktober 2023.
Penurunan yang signifikan terlihat pada DPK dalam Giro yang hanya tumbuh tipis sebesar 1,8% yoy pada Oktober, berlawanan dengan pertumbuhan double digit sebesar 11% yoy pada bulan sebelumnya, September.
Rinciannya menunjukkan penurunan yang tajam pada DPK dalam Giro Korporasi dari pertumbuhan 13,8% yoy pada September menjadi hanya 5,6% yoy pada Oktober, mencapai Rp1.878,1 triliun.
Sementara itu, DPK dalam Giro perorangan dan entitas lainnya (pemda, koperasi, yayasan, dan swasta lainnya) bahkan mengalami kontraksi sebesar 15,3% yoy dan 4,8% yoy.
Presiden Jokowi mengindikasikan bahwa hal ini mungkin disebabkan oleh pembelian instrumen yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
“Ada kemungkinan terlalu banyak dana digunakan untuk membeli SBN atau instrumen keuangan lainnya, mengakibatkan penurunan arus dana ke sektor riil,” papar Jokowi dalam PTBI.
Kekhawatiran lain yang disampaikan Jokowi adalah mengenai likuiditas yang semakin menipis di sektor perbankan, yang dapat mengganggu penyaluran kredit terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Di samping itu, Jokowi juga menyoroti rendahnya realisasi belanja pemerintah pusat dan daerah, yang baru mencapai 76% dari target pada saat ini, sementara tahun ini tinggal tiga minggu lagi.
Presiden juga menyinggung kondisi geopolitik global, menggambarkan bahwa banyak perang yang terjadi secara tiba-tiba tanpa peringatan, seperti yang terjadi di Ukraina dan Gaza.
Jokowi menyatakan keinginannya untuk hadir dalam konferensi dan pertemuan internasional guna memahami dampak perang terhadap perekonomian, pasokan pangan, serta sektor energi di Indonesia.
Presiden Jokowi menekankan pentingnya kewaspadaan dalam menghadapi situasi ekonomi global yang tidak menentu dan berharap untuk kerjasama dalam upaya mencegah dampak yang lebih buruk bagi negara.