Sekbernews.id – JAKARTA Kontroversi muncul terkait dugaan operasi senyap yang dilakukan aparat kepolisian dengan mendekati sejumlah rektor perguruan tinggi untuk mengarahkan pembuatan narasi positif tentang pemerintahan Presiden Joko Widodo menjelang Pemilu 2024.
Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Mahfud MD, mengungkapkan adanya upaya pendekatan ini dalam sebuah acara di Sleman, DIY.
“Menurut Mahfud, “beberapa rektor yang belum secara terbuka mengkritik pemerintah diminta untuk menyatakan sikap mendukung, dengan narasi bahwa penanganan Covid-19 oleh pemerintah adalah yang terbaik,” kata Mahfud.
Seorang rektor, Ferdinandus Hindiarto dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, mengkonfirmasi bahwa dirinya dihubungi oleh seseorang yang mengaku dari Polrestabes Semarang untuk membuat video testimoni mendukung pemerintah.
Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, mengakui adanya program “cooling system” yang bertujuan menurunkan tensi politik menjelang pemilu. Program ini, menurutnya, tidak memaksa dan bertujuan untuk menciptakan pemilu yang aman dan damai.
Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang, Masrukhi, juga menyatakan bahwa dirinya diminta membuat video serupa sebagai bagian dari kemitraan antara perguruan tinggi dan kepolisian. Dia menyebut bahwa hal ini bukan hanya terkait pemilu, namun juga dalam berbagai kesempatan lain seperti hari raya dan perayaan nasional.
Kabaharkam Polri, Komjen Fadil Imran, membantah adanya operasi khusus untuk menekan rektor perguruan tinggi. Menurutnya, kepolisian rutin berinteraksi dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama dan pemuda, bukan hanya rektor.
Wakapolri Komjen Agus Andrianto juga menegaskan tidak ada perintah khusus untuk memaksa rektor membuat video yang memuji pemerintah. Dia menyatakan bahwa kegiatan polisi bertujuan menciptakan situasi kondusif menjelang pemilu.