Friday, December 13, 2024
HomeHukumJampidum Setujui 14 Dari 15 Pengajuan Restorative Justice

Jampidum Setujui 14 Dari 15 Pengajuan Restorative Justice

Reporter : Red

sekbernews.id – JAKARTA  Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 14 (empat belas) dari 15 (lima) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Selasa 5 April 2022 kemarin.

Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. Ketut Sumedana menyampaikan dalam siaran pers nomor : PR –549/029/K.3/Kph.3/04/2022. Adapun 14 (empat belas) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut, Tersangka Daniel Goram dari Kejaksaan Negeri Sorong yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, Tersangka Arenci Erwin Kemon dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, tersangka I Muhammad Fadli Parenrengi Alias Fadli Bin Endeng dan Tersangka II M. Ma’ruf Alias Ilu Bin Atjo Alimin dari Kejaksaan Negeri Polewali Mandar yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan yang dilakukan Secara Bersama-sama.

Tersangka Kholifah dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, tersangka Rido Bin Sukardi dari Kejaksaan Negeri Cilacap yang disangkakan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan, tersangka Muhammad Diky Vandanu Bin Muhammad Masduki dari Kejaksaan Negeri Demak yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, tersangka Sastra Alias Katok Bin Arjo dari Kejaksaan Negeri Pandeglang yang disangkakan melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP Jo Pasal 56 Ke-2 KUHP tentang Penadahan.

BACA JUGA : Jaksa Agung RI Setujui 3 dari 4 Pengajuan Restorative Justice

Tersangka Muh. Izham Alias Sahirullah Bin Subair dari Kejaksaan Negeri Bulukumba yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, tersangka Andi Ilham Kurniawan Bin Hamzah dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, tersangka Amirullah Alias Ulla Bin Marsuki dari Kejaksaan Negeri Bulukumba yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, tersangka Bahar DG Sijaya dari Kejaksaan Negeri Gowa yang disangkakan melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Baso Kasim Alias Ayahnya Faiq Bin Kasim dari Kejaksaan Negeri Luwu yang disangkakan melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, tersangka Rahmat Bin Jahrir dari Kejaksaan Negeri Luwu yang disangkakan melanggar Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, tersangka Fakri Saidang dari Kejaksaan Negeri Gowa yang disangkakan melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHPidana jo. 64 KUHPidana tentang Pencurian dengan Pemberatan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif.

Selain itu, alasan lain pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu dalam perkara Tersangka Arenci Erwin Kemon, Tersangka merupakan tulang punggung keluarga dan Tersangka baru diberhentikan dari pekerjaannya sehingga tidak memiliki pendapatan tetap; pemulihan pada keadaan semula, dalam perkara Tersangka I Muhammad Fadli Parerengi Alias Fadli Bin Endeng dan Tersangka II M. Ma’ruf  Alias ILU Bin Atjo Alimin, Tersangka berstatus mahasiswa dan telah mengganti biaya pengobatan korban sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), dalam perkara Tersangka Kholifah, Tersangka mencuri karena untuk membayar hutang sebesar Rp.5.000.000; Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo telah memberikan santunan untuk meringankan beban hutang Tersangka sebesar Rp.2.500.000,-; Tersangka memiliki 4 (empat) orang anak yang harus melanjutkan pendidikannya, dalam perkara Tersangka Rido Bin Sukardi, Tersangka membutuhkan handphone untuk keperluan sekolah daring anak Tersangka, dalam perkara Tersangka Muh. Izham Alias Sahirullah Bin Subair, alasan Tersangka mencuri dikarenakan untuk dijual guna memenuhi kebutuhan hidup Tersangka yang mempunyai anak yang masih kecil, dalam perkara Tersangka Fakri Saidang, Tersangka masih merupakan anak-anak berusia 14 tahun.

BACA JUGA : JPN Berhasil Selesaikan Kesepakatan Perdamaian Kasus

Sementara itu 1 (satu) berkas perkara yaitu Tersangka Muhammad Faisal Alias Faisal dari Kejaksaan Negeri Palu yang disangkakan melanggar Pasal 363 ayat (1) ke- 3 dan ke-4 KUHP tentang Pencurian, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Dalam ekspose ini, JAM-Pidum mengingatkan agar kualitas proses pengajuan restorative justice terjaga nilai integritasnya. “Kita tidak ingin produk restorative justice disalahgunakan dan saya memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk mengontrol proses pengajuan restorative justice tersebut,” ujar JAM-Pidum.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum, pungkasnya.

Editor : L. Darsono