Sekbernews.id – YOGYAKARTA Komunitas akademik Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terdiri dari para guru besar, dosen, mahasiswa, dan alumni berkumpul di Balairung UGM pada Rabu (31/1/2024) sore, menyuarakan keprihatinan mereka terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui sebuah inisiatif bernama Petisi Bulaksumur.
Profesor Koentjoro, mewakili komunitas akademik, membacakan petisi tersebut di depan para hadirin, menekankan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai akademik dan moralitas dalam pemerintahan.
Petisi Bulaksumur, yang diresmikan dengan lantunan Himne Gadjah Mada, mengkritik sejumlah tindakan dalam pemerintahan yang dinilai bertentangan dengan prinsip demokrasi, termasuk pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi dan keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi yang sedang berlangsung.
Petisi tersebut juga menyoroti pernyataan kontradiktif Presiden mengenai keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik, yang dinilai mengaburkan batasan antara netralitas dan keberpihakan.
Petisi ini menuntut Presiden Jokowi, sebagai alumni UGM, untuk kembali pada jati diri universitas yang mengedepankan nilai-nilai Pancasila dan demokratisasi. Sivitas akademika UGM berharap agar pemerintahan yang sah dapat terwujud sesuai dengan tujuan yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, demi meneruskan estafet kepemimpinan yang berlandaskan pada cita-cita luhur bangsa.
Agus Wahyudi, Kepala Pusat Studi Pancasila UGM dan salah satu inisiator Petisi Bulaksumur, menegaskan bahwa petisi tersebut merupakan hasil dialog intensif antara profesor, dosen, dan mahasiswa UGM.
Menurutnya, petisi ini merupakan bentuk pengingat dalam lingkup keluarga besar UGM, yang menyampaikan pesan dengan “bahasa cinta” untuk mengingatkan Presiden tentang suara rakyat dan pentingnya kebebasan berbicara.
Meskipun ada rencana untuk menyampaikan petisi secara langsung kepada Presiden Jokowi, Agus Wahyudi berpendapat bahwa Presiden kemungkinan akan mengetahui isi petisi melalui media.
Dia menekankan bahwa Petisi Bulaksumur bukanlah upaya untuk memakzulkan presiden, melainkan untuk menyoroti isu kemunduran demokrasi di Indonesia. Dengan pemilihan umum yang sebentar lagi akan digelar, publik diharapkan dapat menjadi penilai yang adil atas tindakan pemerintah.