Sekbernews.id – Dalam sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh University of California Santa Barbara (UC Santa Barbara), tanda-tanda kiamat yang dikaitkan dengan perubahan iklim telah ditemukan di bawah tanah dan di Samudra Atlantik.
Temuan ini mengindikasikan dampak buruk yang jauh lebih signifikan daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Menurut laporan penelitian, penyusutan jumlah air di bawah tanah mencapai 71%, yang jauh melebihi penurunan sebesar 16% pada periode 1980-1990. Temuan ini didukung oleh data nasional dan subnasional serta informasi dari lembaga-lembaga penelitian lainnya.
Keadaan semakin memprihatinkan dengan temuan bahwa kerusakan pada sirkulasi Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) di Samudra Atlantik terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan.
AMOC adalah sabuk pengangkut laut yang membawa panas, karbon, dan nutrisi dari daerah tropis ke Lingkaran Arktik, memainkan peran penting dalam mendistribusikan energi ke seluruh Bumi dan memodulasi dampak pemanasan global.
Para peneliti menggunakan model komputer dan data masa lalu untuk menemukan bahwa AMOC mengalami perubahan mendadak yang tidak pernah terjadi dalam lebih dari 10 ribu tahun.
Penyebabnya adalah mencairnya gletser di Greenland dan lapisan es Arktik lebih cepat dari perkiraan, menyebabkan air tawar mengalir ke laut dan menghambat air asin tenggelam dari selatan.
Dengan penurunan AMOC mencapai 15% sejak tahun 1950, ini menjadi yang terlemah sejak satu milenium. Fenomena ini diprediksi akan memiliki dampak yang meluas pada sebagian besar dunia, mendistribusikan energi dan memodulasi dampak pemanasan global.
Meskipun penelitian menyatakan bahwa perubahan suhu permukaan laut mencapai titik kritis antara tahun 2025-2095, Kantor Meteorologi Inggris membantah temuan tersebut dengan menyatakan, “Sangat tidak mungkin terjadi pada abad ke-21.”
Kontroversi ini menambah kompleksitas dalam upaya memahami dan menghadapi perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.