Sekbernews.id – JAKARTA Relawan pendukung Joko Widodo yang tergabung dalam kelompok Pro Jokowi (Projo) menyanggah pernyataan Hasto Kristiyanto yang menilai Presiden Joko Widodo meninggalkan PDI Perjuangan, padahal telah diberi berbagai keistimewaan.
Panel Barus, Ketua Bappilpres Projo, menjelaskan bahwa pandangan ini tidak tepat. Menurutnya, hubungan antara Jokowi dan PDIP adalah sebuah hubungan simbiosis mutualisme, di mana keduanya sama-sama saling menguntungkan.
“Jadi jangan mengatakan bahwa Jokowi tidak menghargai. Ini adalah hubungan yang didasari oleh kebutuhan dan keuntungan bersama di masa lalu,” ungkap Panel.
Panel menjelaskan bahwa PDIP telah mendukung Jokowi sejak dia mencalonkan diri sebagai Walikota Solo hingga memenangkan pemilihan presiden pada tahun 2019. Hubungan ini, menurut Panel, telah menghasilkan keuntungan yang signifikan bagi kedua belah pihak.
“Dalam waktu tersebut, PDIP mendapatkan keuntungan elektoral yang signifikan. Mereka tidak hanya memenangkan pemilihan presiden, tetapi juga pemilihan legislatif. Pada tahun 2009, Jokowi meraih peringkat ketiga, dan pada tahun 2014, dia menjadi yang pertama dalam pemilihan legislatif, berkat dukungan dari PDIP,” ungkapnya.
Panel juga menekankan bahwa PDIP berhasil memenangkan pemilihan legislatif dua kali berturut-turut berkat dukungan dari Jokowi. Selain itu, Jokowi juga membantu PDIP meraih kemenangan di Jakarta dan Solo.
“Jadi, jangan mengatakan bahwa tidak ada yang harus berterima kasih dalam situasi ini,” kata Panel.
Menurut Panel, hingga saat ini, PDIP setidaknya telah memunculkan tiga isu yang membuat hubungannya dengan Jokowi menjadi renggang. Isu-isu tersebut meliputi program food estate yang dianggap merusak lingkungan, isu tiga periode, dan perasaan bahwa PDIP telah ditinggalkan oleh Jokowi dan keluarganya setelah diberikan hak istimewa.
“Isu-isu ini juga menciptakan stigma bahwa Jokowi tidak menghargai, meninggalkan, dan framing yang salah dalam hubungan yang sebenarnya saling menguntungkan,” tambah Panel.
Panel menyimpulkan bahwa ini merupakan upaya untuk memframing secara negatif terhadap Jokowi dan Hasto, mungkin karena kekhawatiran bahwa Prabowo-Gibran akan menjadi salah satu pesaing dalam pemilihan 2024.