Sekbernews.id – DEMAK Pembicaraan tentang Selat Muria, di utara Jawa Tengah, semakin menghangat di kalangan masyarakat. Hal ini terkait dengan peristiwa banjir besar yang menghantam kota-kota Pantai Utara Jawa seperti Demak, Semarang, Pati, dan Kudus.
Banyak yang mengaitkan peta persebaran wilayah yang terendam air laut dengan wilayah Selat Muria yang dahulu pernah eksis ratusan tahun lalu. Namun, ketika melihat peta zaman sekarang, banyak yang bingung karena tidak dapat menemukan kawasan Selat Muria.
Lalu, apa sebenarnya Selat Muria?
Selat Muria adalah wilayah perairan yang eksis sebelum abad ke-19 atau sekitar tahun 1800-an, yang mengelilingi Pulau Muria yang kini telah menjadi daratan. Perlu dicatat bahwa topografi peta zaman sekarang dan zaman dahulu memiliki perbedaan.
Sebelum tahun tersebut, Selat Muria adalah perairan yang memisahkan pulau vulkanik Gunung Muria dengan Pegunungan Kendeng di Pulau Jawa. Selat ini membentang dari Timur ke Barat, melalui wilayah yang sekarang dikenal sebagai Demak, Kudus, Pati, dan Rempang.
Sebagai wilayah perairan, Selat Muria menjadi jalur lalu lintas kapal perdagangan yang memotong waktu tempuh dari Semarang ke Rembang. Hal ini memungkinkan para pedagang untuk menghindari memutar melintasi Laut Jawa untuk sampai ke Semarang dari Timur Pulau Jawa. Akibatnya, di sepanjang Selat Muria banyak berdiri pelabuhan-pelabuhan perdagangan.
Menurut penjelasan Denys Lombard dalam bukunya “Nusa Jawa: Jaringan Asia” (1999), pada akhir abad ke-16, Selat Muria menjadi daerah kunci di pesisir utara Jawa. Kota-kota di sepanjang pantura Timur Jawa Tengah, seperti Demak, Jepara, Kudus, Juwana, dan Rempah menjadi pusat perdagangan laut.
Kota-kota tersebut berkembang menjadi pusat ekonomi, politik, dan keagamaan yang berada dalam kekuasaan Kesultanan Demak di bawah pemerintahan Pangeran Trenggana.
Perkembangan ini berlanjut pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat sekitar tahun 1549-1579. Di bawah kekuasaan Kalinyamat, kota-kota tersebut, terutama Jepara, berkembang menjadi bandar niaga utama di Pulau Jawa yang melayani ekspor dan impor.
Selain itu, pelabuhan-pelabuhan militer juga didirikan, yang kemudian berhasil mengusir Portugis yang hendak menjajah wilayah Demak.
Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan pada wilayah Selat Muria sejak abad ke-17. Sedimentasi sungai dan kondisi alamiah pasang surut membuat wilayah Selat Muria tidak lagi dapat digunakan sebagai jalur transportasi laut. Sebaliknya, terjadi pendangkalan di daerah tersebut.
Akibat pendangkalan ini, seiring berjalannya waktu, wilayah Selat Muria berubah menjadi tempat hunian dan perkebunan baru oleh masyarakat sekitar. Tempat-tempat hunian inilah yang membentuk wilayah-wilayah baru yang terletak di kawasan Demak, Pati, dan Kudus.
Dari sejarah tersebut, banyak yang percaya bahwa sejarah akan berulang. Selat Muria, yang dulunya merupakan perairan dan kemudian berubah menjadi daratan, mungkin akan kembali menjadi perairan akibat banjir yang terus meningkat di Jawa Tengah.