Sekbernews.id – SURABAYA Rudy William Keltjes, mantan gelandang bertahan yang pernah mendapat julukan Franz Beckenbauer dari Timnas Indonesia, telah meninggal dunia di Surabaya pada Rabu (23/10/2024).
Kabar duka ini pertama kali disampaikan oleh Rully Nere, mantan pemain Timnas, melalui sebuah grup percakapan sepak bola. Tak lama berselang, sejumlah mantan pemain lainnya turut membenarkan kabar tersebut.
“Kabar duka ini baru saya terima dari pihak keluarga. Sahabat kita, Rudy William Keltjes, telah berpulang,” kata Rully.
Profil Rudy William Keltjes
Rudy lahir di Situbondo, Jawa Timur, pada 12 Februari 1952. Namanya mulai dikenal setelah berhasil membawa tim Situbondo Junior ke final Piala Soeratin pada tahun 1972.
Keberhasilan ini menarik perhatian banyak klub, terutama dari liga Galatama yang kala itu menjadi kompetisi sepak bola paling bergengsi di Indonesia. Namun, Rudy memilih untuk tetap bermain di Situbondo karena mendapat jaminan pekerjaan di sebuah pabrik gula setempat.
Pada tahun 1975, Rudy akhirnya meninggalkan Situbondo Junior dan bergabung dengan Persebaya Surabaya. Di musim perdananya bersama Bajul Ijo, ia langsung membantu tim meraih gelar juara Perserikatan 1977.
Dalam laga final, Rudy mencetak gol penentu kemenangan melawan Persija Jakarta dan dinobatkan sebagai pemain terbaik dalam turnamen tersebut.
Gaya permainannya yang elegan dan cerdas kerap dibandingkan dengan Franz Beckenbauer, legenda sepak bola asal Jerman. Umpan-umpannya yang akurat dan kemampuannya mengendalikan lini tengah membuat Rudy menjadi pemain kunci dalam setiap laga.
Performanya yang konsisten membawanya masuk ke dalam skuad Timnas Indonesia untuk berbagai turnamen, termasuk SEA Games.
Pada tahun 1979, Rudy bergabung dengan Niac Mitra, sebuah klub kaya dari Surabaya yang bermain di Galatama. Keputusan ini membuatnya harus meninggalkan pekerjaan di perusahaan Dolog (sekarang Bulog) Jawa Timur. Bersama Niac Mitra, Rudy meraih dua gelar juara Galatama, yakni pada musim 1980-1982 dan 1982-1983.
Setelah meraih sukses bersama Niac Mitra, Rudy hijrah ke Yanita Utama, klub asal Lampung. Di sini, Rudy kembali mempersembahkan dua gelar juara Galatama pada musim 1984 dan 1985, menegaskan posisinya sebagai salah satu pemain terbaik di eranya.
Pada tahun 1987, Rudy memutuskan untuk gantung sepatu dan memulai kariernya sebagai pelatih. Karier kepelatihannya diawali dengan menjadi asisten pelatih Muhamad Basri di Niac Mitra, di mana mereka langsung meraih gelar juara Galatama pada tahun 1988.
Setelah sukses di Niac Mitra, Rudy semakin dikenal sebagai pelatih andal, terutama dalam mengembangkan bakat-bakat muda.
Dengan adanya unifikasi kompetisi pada tahun 1994, Rudy dipercaya untuk melatih beberapa klub besar seperti Persebaya Surabaya, Persipura Jayapura, dan PSM Makassar.
Karier kepelatihannya tak berhenti di situ, ia juga pernah menangani tim PON dan berhasil membawa pulang medali. Pada tahun 2014, Rudy sempat dipercaya menangani tim Indonesia U-21.
Kepergian Rudy William Keltjes meninggalkan duka mendalam bagi dunia sepak bola Indonesia. Ia bukan hanya dikenal sebagai pemain yang berbakat, tetapi juga sebagai pelatih yang berjasa dalam membina generasi penerus sepak bola nasional.