Sekbernews.id – SEMARANG Presiden Prabowo Subianto memberikan instruksi kepada empat kementerian untuk segera mengevaluasi berbagai opsi guna melindungi pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), pada Jumat (25/10/2024) kemarin.
Perusahaan tekstil besar ini dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Keempat kementerian yang mendapat tugas tersebut adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Tenaga Kerja.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam pernyataannya pada Jumat (25/10), menyebutkan bahwa saat ini pemerintah sedang fokus merancang langkah-langkah penyelamatan yang tepat. Ia menambahkan bahwa opsi-opsi tersebut akan segera dipaparkan setelah kementerian terkait menyelesaikan kajiannya.
“Pemerintah memprioritaskan penyelamatan para pekerja agar mereka tetap memiliki mata pencaharian di tengah krisis ini,” tegas Agus dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (26/10/2024).
Pada tanggal 23 Oktober 2024, PN Semarang memutuskan Sritex pailit setelah menerima permohonan dari salah satu krediturnya. PT Indo Bharat Rayon, salah satu debitur Sritex, mengajukan pembatalan atas perjanjian perdamaian terkait penundaan kewajiban pembayaran utang yang telah disepakati pada tahun 2022.
Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang, Haruno Patriadi, menyatakan bahwa permohonan tersebut dikabulkan oleh pengadilan, dan rencana perdamaian yang disepakati pada Januari 2022 dibatalkan.
Atas putusan tersebut, pihak Sritex langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Haryo Ngadiyono, GM HRD Sritex Group, mengonfirmasi bahwa meskipun perusahaan dinyatakan pailit, operasionalnya tetap berjalan seperti biasa hingga hari ini.
“Kami telah melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung,” kata Haryo pada Jumat (25/10/2024) di Menara Wijaya, Sukoharjo.
Haryo juga menegaskan bahwa pihak manajemen belum berencana untuk melakukan PHK massal selama masih ada langkah hukum yang bisa diambil, termasuk kasasi tersebut.
“Karena yang mempailitkan bukan perusahaan Sritex sendiri, melainkan pihak ketiga, kami masih memiliki ruang untuk menyelesaikan masalah ini,” jelas Haryo.