Sekbernews.id – JAKARTA Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa modus pencucian uang melalui aset digital, seperti aset kripto, telah mengancam keamanan keuangan negara dengan potensi kerugian mencapai Rp139 triliun.
Berdasarkan informasi yang dilansir dari laman DJKN Kemenkeu, Kamis (18/4/2024), aset kripto merupakan mata uang virtual yang keamanannya dijamin melalui teknologi kriptografi.
Teknologi ini membuat aset kripto sulit dipalsukan atau digandakan, sehingga pemiliknya tidak dirugikan oleh tindakan pemalsuan.
Kepopuleran aset kripto belakangan ini didorong oleh sifatnya yang tidak terikat pada otoritas pusat seperti bank.
Dengan menggunakan teknologi Blockchain yang mendistribusikan sistem secara terdesentralisasi melalui jaringan komputer, aset kripto menawarkan fleksibilitas transaksi lintas negara tanpa kendali pemerintah atau lembaga keuangan terpusat.
Namun, sifat terdesentralisasi ini juga memberikan celah bagi praktik pencucian uang (TPPU), karena pemerintah dan OJK sulit untuk mengontrol atau mengawasi aset virtual tersebut.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, yang juga anggota tim Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), menyatakan komitmennya untuk memantau indikasi TPPU yang menggunakan aset kripto.
“Terutama dalam hal penggunaan rekening atau jasa lembaga keuangan yang terhubung dengan aset kripto,” ungkap Mahendra.
Meskipun demikian, Mahendra mengakui bahwa lembaga pengawas keuangan masih dalam proses pemahaman lebih lanjut mengenai tata kelola aset kripto dan aset digital lainnya. Hal ini disebabkan karena karakteristik baru dari aset tersebut dalam dunia keuangan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyampaikan keprihatinannya terhadap ancaman TPPU melalui aset kripto.
Dalam peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT), Jokowi menegaskan perlunya kerja sama internasional, regulasi yang kuat, transparansi hukum, dan pemanfaatan teknologi untuk menghadapi ancaman digital tersebut.
Jokowi juga mengingatkan bahwa teknologi yang cepat berkembang membawa dampak baru dalam kejahatan keuangan, seperti penggunaan mata uang kripto, aset virtual NFT, dan aktivitas keuangan elektronik yang menggunakan kecerdasan buatan untuk otomatisasi transaksi.
Dia juga mengutip data dari laporan kejahatan kripto yang mencatat indikasi pencucian uang melalui aset kripto mencapai US$8,6 miliar pada tahun 2022, setara dengan Rp139 triliun secara global.
Untuk mengatasi masalah ini, Jokowi mendorong setiap Kementerian/Lembaga terkait untuk memperkuat upaya penyelamatan dan pengembalian uang negara.
Salah satu langkah yang diambil adalah merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) di DPR.
RUU tersebut memberikan dasar hukum bagi negara untuk melacak dan mengambil alih aset hasil tindak pidana, termasuk TPPU.
Sementara itu, OJK juga bersiap untuk menerbitkan regulasi baru yang memberikan wewenang untuk mengawasi manajemen aset digital, termasuk aset kripto, guna memperkuat upaya pencegahan TPPU.
Sebagai regulator di sektor jasa keuangan, OJK telah menetapkan anggota dalam Satgas TPPU, namun masih dibutuhkan peningkatan dalam mengatur dan mengawasi aset digital guna melindungi keuangan negara dari ancaman pencucian uang.