Sekbernews.id – INDRAMAYU Kasus penyegelan puluhan makam di kompleks permakaman umum Blok Pecuk, Desa Panyindangan Kulon, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mulai terungkap. Kejadian ini diperkirakan terjadi karena perselisihan terkait kepemilikan tanah.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, peristiwa perusakan dan penyegelan makam dengan logo dan tulisan Pengadilan Negeri Indramayu diduga berawal dari sengketa lahan yang melibatkan seorang pegawai negeri sipil (PNS) berinisial T, yang mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut.
Menurut Toni RM, kuasa hukum warga bernama Sukani yang diklaim sebagai pemilik asli tanah, terdapat sekitar 20 makam yang disegel oleh oknum PNS tersebut.
“Ada sekitar 20 hingga 25 makam yang setelah ditelusuri, warga mengaku telah membayar kepada saudara T (oknum PNS) hingga terjadi perusakan tanaman yang ditanam oleh klien saya,” kata Toni pada Kamis (17/10/2024).
Toni juga menjelaskan bahwa oknum T diduga memprovokasi warga untuk mengambil tindakan terkait tanah yang digunakan untuk makam keluarga mereka.
“T sempat berkata kepada warga pemilik makam, mengapa mereka diam saja sementara tanahnya dikuasai oleh klien saya, hingga terjadilah perusakan,” ujar Toni.
Selain melakukan perusakan, warga yang merasa terprovokasi juga memasang segel pada makam keluarga mereka yang ada di lahan tersebut.
“Tiba-tiba muncul segel di setiap makam, klien saya, Sukani dan anaknya Kinah, tidak pernah memasang segel itu, apalagi dengan logo pengadilan,” tambahnya.
Terkait kejadian ini, Toni RM berencana melaporkan kasus tersebut ke Polres Indramayu untuk penyelidikan lebih lanjut.
“Saya akan melaporkan kejadian ini, saya punya videonya. Seharusnya T datang membawa bukti, tapi dia tidak pernah hadir untuk mediasi. Padahal dia seorang PNS dan kini menjabat sebagai sekcam di salah satu kecamatan di Indramayu,” jelas Toni.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Indramayu, Adrian Anju Purba, menegaskan bahwa PN Indramayu tidak pernah mengeluarkan segel seperti yang beredar di media sosial.
“Segel tersebut merupakan putusan perkara pidana, sementara PN Indramayu tidak pernah melaksanakan putusan pidana, karena yang menjalankan putusan pidana adalah jaksa. Kami hanya menjalankan putusan perdata sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” jelas Adrian.
Lebih lanjut, Adrian menyampaikan bahwa kejadian ini merugikan institusi peradilan dan PN Indramayu berencana untuk melaporkannya ke polisi.
“Pada tanggal 14 Oktober 2024, laporan polisi telah dibuat terkait hal ini, dan kami menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk menindaklanjuti,” ujarnya.
Adrian juga menyayangkan peristiwa tersebut karena dinilai telah merugikan nama baik lembaga yudikatif.
“Kami merasa dirugikan dan mengambil tindakan tegas dengan membuat laporan polisi,” tutupnya.