Sekbernews.id – JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan penjelasan terkait proses penyelidikan kasus pungutan liar atau pungli di Rumah Tahanan (Rutan) KPK yang dinilai berjalan lambat.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengungkapkan bahwa kejadian tersebut terjadi pada awal tahun 2018, dan sejak saat itu, proses penyelidikan telah berlangsung selama empat tahun.
“Kejadian ini bermula di awal tahun 2018, dan sekarang kita berada di tahun 2024, empat tahun yang lalu,” ujar Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, hari Jumat.
Ghufron menyatakan bahwa lamanya periode waktu tersebut menjadikan penyelidikan menjadi rumit. Selain itu, para terduga pelaku pungli juga telah tersebar di berbagai tempat, bukan hanya di lingkungan KPK.
“Tidak hanya masalah kurangnya bukti atau ketiadaan tersangka, melainkan para tersangka juga sudah tersebar ke berbagai tempat selain KPK,” tambahnya.
Hingga saat ini, KPK telah memeriksa sebanyak 190 orang terkait kasus pungli di Rutan KPK. Ghufron menjelaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini secara menyeluruh, meskipun hal itu memerlukan waktu penyelidikan yang lebih lama.
“Kami mencabut kejadian tahun 2018, menarik mundur sementara pelaku yang masih berada di KPK dan yang kemudian tersebar,” ungkap Ghufron. “Ini menyebabkan kami perlu melengkapi prosesnya secara menyeluruh, dengan langkah-langkah yang hati-hati demi memastikan keadilan sesuai dengan peran masing-masing individu yang terlibat.”
Dewan Pengawas (Dewas) KPK sebelumnya mengungkap bahwa 93 pegawai KPK diduga terlibat dalam kasus pungli di Rutan KPK. Syamsuddin Haris, anggota Dewas KPK, menjelaskan bahwa para pelaku menerima uang pungli dengan jumlah mencapai ratusan juta rupiah.
“Pelibatan pegawai KPK dalam kasus pungli di Rutan KPK mencakup berbagai jumlah uang, mulai dari ratusan juta hingga jutaan rupiah, tergantung pada posisi masing-masing,” ujar Syamsuddin Haris di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan.
Diketahui bahwa pungli dalam kasus Rutan KPK melibatkan penerimaan uang dari para korban, yang memberikan uang kepada pegawai KPK agar mendapatkan fasilitas istimewa di dalam tahanan.
“Uang tersebut diberikan agar fasilitas istimewa dapat dinikmati oleh para narapidana. Ini merupakan bentuk kompensasi untuk menikmati fasilitas tambahan,” terang Syamsuddin.
Meski temuan awal menunjukkan nilai pungli sebesar Rp 4 miliar, Syamsuddin menyebutkan bahwa angka tersebut masih bisa bertambah. Dewas KPK akan fokus pada dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pegawai KPK dalam proses pengadilan.
“Kita akan tetap berfokus pada aspek pelanggaran etika dalam pengadilan. Angka pasti terkait pungli ini akan terungkap lebih lanjut selama penyelidikan berlangsung,” pungkas Syamsuddin Haris.