Sekbernews.id – Terbatasnya ekosistem kendaraan listrik (EV) membuat beberapa pengguna mobil listrik berbasis baterai beralih kembali ke kendaraan konvensional.
Penelitian dari Universitas California Davis menunjukkan bahwa sekitar 20 persen pengguna mobil listrik ingin kembali ke kendaraan berbahan bakar fosil.
Hasil ini serupa dengan survei McKinsey & Co yang menemukan bahwa 46 persen pengguna mobil listrik di Amerika Serikat (AS) berniat kembali menggunakan kendaraan konvensional.
Survei yang dikutip dari Carscoops ini melibatkan lebih dari 30.000 responden dari 15 negara, yang mewakili lebih dari 80 persen volume penjualan global.
Salah satu alasan utamanya adalah keterbatasan ekosistem kendaraan listrik, terutama kurangnya infrastruktur stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) atau charging station di tempat umum.
Banyak pengguna merasa kesulitan menemukan tempat pengisian daya yang memadai, sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan dalam penggunaan sehari-hari.
Keterbatasan SPKLU membuat pengguna mobil listrik harus merencanakan perjalanan dengan lebih hati-hati, dan sering kali harus menempuh jarak lebih jauh hanya untuk menemukan stasiun pengisian terdekat.
Pengisian daya di rumah juga belum optimal karena waktu pengisian yang masih lambat (maksimum level 2 atau 240 volt). Banyak rumah dan tempat lainnya pun belum memiliki fasilitas ini.
Selain itu, kurangnya tempat parkir dengan akses pengisian daya, terutama bagi mereka yang tinggal di apartemen atau kondominium, turut memperburuk situasi. Tingginya biaya kepemilikan mobil listrik juga menjadi faktor penting.
Biaya penggantian baterai dan pemeliharaan sering kali lebih tinggi dibandingkan mobil konvensional, membuat banyak pemilik mempertimbangkan kembali pilihan mereka.
Meskipun biaya operasional harian mobil listrik cenderung lebih rendah, biaya awal yang tinggi dan potensi pengeluaran besar untuk perawatan atau penggantian baterai menjadi penghalang bagi banyak calon pengguna.
Alasan lainnya adalah mobil listrik dianggap kurang praktis untuk perjalanan jarak jauh karena keterbatasan jarak tempuh dan ketersediaan pengisian daya selama perjalanan.
Meski ada peningkatan dalam jumlah SPKLU dan kemampuan baterai mobil listrik, banyak pengguna masih merasa tidak nyaman dengan risiko kehabisan daya di tengah perjalanan tanpa akses cepat ke stasiun pengisian.